Lompat ke isi utama

Berita

Undang sejumlah Tokoh, Ormas Akademisi, Mahasiswa dan Penggiat Pemilu, Bawaslu Kota Gunungsitoli lakukan Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu Dalam Perspektif Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 104/PUU-XIII/2025, Bersama komisi II DPR RI

Penguatan Kelembagaan

Gunungsitoli, Senin 27 Oktober 2025, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Gunungsitoli mengundang sejumlah Tokoh, Ormas, Akademisi, Mahasiswa dan Penggiat Pemilu serta pihak Instansi Pemerintah dari unsur Forkopimda dalam rangka kegiatan Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu dan Reformasi Sistem Pengawasan Kelembagaan Pemilu dalam perspektif Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 104/PUU-XIII/2025, bertempat di Hotel Soliga Gunungsitoli.

Acara kegiatan Penguatan Kelembagaan

Ketua Bawaslu Kota Gunungsitoli Elmizarti, S.IP membuka secara resmi kegiatan Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu dalam sambutannya,  ia berharap kegiatan yang terlaksana akan semakin memperkuat kelembagaan pengawasan yang ada, serta meningkatkan kualitas penyelenggaraan pengawasan dan memperkuat kelembagaan Bawaslu.

Elmizarti mengajak semua pihak yang hadir untuk berpartisipasi aktif dan menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali peran pengawas pemilu sebagai garda terdepan dalam memastikan demokrasi berjalan jujur, adil, dan transparan.

“Kegiatan penguatan kelembagaan ini memang dirancang untuk menata kelembagaan. Maka mari kita bersuara dengan fakta, data, dan regulasi yang akan dibahas untuk perbaikan lembaga penyelenggaraan pemilu kedepan” 

Sinergitas pemangku kepentingan dan kehadiran berbagai elemen masyarakat bertujuan untuk menyerap berbagai aspirasi bertujuan menciptakan perbaikan yang komprehensif serta komitmen bersama diharapkan dapat memperkuat upaya pemilu yang berintegritas, profesional dan demokratis. 

Ketua Bawaslu Kota Gunungsitoli

Dalam laporan panitia Koordinator Sekretariat Bawaslu Kota Gunungsitoli Ifrisal Basra, S.M menyampaikan Pemilu yang demokratis, berintegritas, dan berkeadilan membutuhkan sistem pengawasan yang kuat, independen, dan profesional. Dalam konteks tersebut, Bawaslu Kota Gunungsitoli memegang peran strategis sebagai ujung tombak pengawasan di tingkat daerah, yang menjembatani kebijakan nasional dengan pelaksanaan pengawasan di kabupaten/kota.

Laporan Ketua Panitia

“Penguatan kelembagaan Lembaga Pengawas Pemilu merupakan upaya untuk melakukan pembenahan di internal jajaran Pengawas Pemilu dengan mengikutsertaan Mitra Kerja Bawaslu pada saat melakukan pengawasan penyelenggaraan tahapan pemilu/pemilihan,” tuturunya.

Penguatan kelembagaan ini juga merupakan bagian dari upaya jangka panjang Bawaslu Kota Gunungsitoli untuk mewujudkan pengawasan pemilu yang berbasis data, partisipatif, dan adaptif, dalam rangka memperkokoh demokrasi substansial di Indonesia.

“Namun demikian, tantangan yang dihadapi oleh Bawaslu Kota Gunungsitoli semakin kompleks, baik dari aspek regulasi, kapasitas sumber daya manusia, dinamika politik lokal, maupun tuntutan akuntabilitas publik. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah penguatan kelembagaan secara menyeluruh, baik dari sisi struktur, tata kelola, peran strategis, hingga dukungan sistem informasi pengawasan,” ujarnya.

Anggota Bawaslu Kota Gunungsitoli

Lebih lanjut Koordinator Hukum Pencegahan Partisipatif Masyarakat dan Hubungan Masyarakat, Lutherman Harefa, S.Pd menyampaikan sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 104 Tahun 2025 yang menyatakan bahwa Bawaslu berwenang untuk memutus pelanggaran administrasi dalam penyelenggaran pilkada yang selama ini menempatkan peran Bawaslu dalam pilkada hanya sebatas memberikan rekomendasi tanpa kekuatan hukum mengikat.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan demikian karena mendapati adanya perbedaan atau ketidaksinkronan peran Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu dengan administrasi pilkada.

Kelembagaan pengawas pemilu mengalami penguatan yang signifikan. Putusan ini memberikan Bawaslu kewenangan untuk mengeluarkan putusan yang mengikat terkait pelanggaran administrasi, bukan lagi hanya sebatas rekomendasi, hal ini menciptakan kepastian hukum yang lebih kuat dalam proses pemilu 

Berdasarkan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga menyebut dari memeriksa menjadi menindaklanjuti yang selama ini mejadi wewenang KPU dalam menindaklanjuti rekomendasi menjadi putusan artinya hasil pengawasan Bawaslu dalam perkara pelanggaran administrasi Pilkada, kini dianggap sebagai putusan yang bersifat final dan mengikat bukan sebagai masukan atau saran rekomendasi.

Perubahan ini mengubah frasa dalam pasal 139 dan pasal 140 Undang-Undang pemilihan Kepala Daerah yang sebelumnya berbunyi rekomendasi diubah menjadi putusan. Sementara pasal 140 ayat 1 mengubah tugas KPU dari memeriksa dan memutus menjadi menindaklanjuti putusan Bawaslu.  

“Dalam hal ini, oleh karena penanganan sengketa administratif dalam penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilu presiden/wakil presiden oleh Bawaslu memiliki kekuatan mengikat dan KPU wajib menindaklanjuti, dengan telah diposisikan sama untuk semua rezim pemilihan, maka pelanggaran administrasi pilkada yang ditangani Bawaslu pun harus memiliki kekuatan hukum mengikat yang sama, dan KPU wajib menindaklanjuti hasil pengawasan yang dilakukan Bawaslu sehingga tidak perlu dikaji ulang oleh KPU/KPU provinsi/KPU kabupaten/kota atau sebutan lainnya,” terangnya.

Banyak pihak menilai bahwa langkah ini akan meningkatkan kualitas demokrasi terutama dalam pemilihan kepala daerah. Pengawasan yang lebih kuat dan mengikat membuat proses pemilu menjadi lebih adil dan transparan serta memiliki kepastian hukum.

Foto bersama

Penguatan kelembagaan ini, juga menghadirkan narasumber yakni Kepala Badan Kesbangpol Kota Gunungsitoli Alvin Temali Harefa, Pdt. Saut Hamonangan Sirait (Mantan Ketua KPU dan Anggota DKPP), Tenaga Ahli Komisi II DPR RI Aprizal Harahap, Anggota Komisi II DPR RI Andar Amin Harahap, S.STP.,M.Si